Mayoritas Guru Beri Nilai C untuk Nadiem Makarim, Berikut Beberapa Alasannya...

Advertisement

Mayoritas Guru Beri Nilai C untuk Nadiem Makarim, Berikut Beberapa Alasannya...

Rabu, 20 Mei 2020

Mendikbud Nadiem Makarim. ANTARAFOTO/Rivan Awal Lingga

Belajardirumah.org -  Ikatan Guru Indonesia (IGI) menyatakan lebih dari 50% guru di Indonesia memberi nilai C terhadap semester pertama kinerja Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim. Penilaian itu merupakan hasil survei yang dilakukan IGI pada 18-19 Mei 2020.

"Secara keseluruhan tampak bahwa guru-guru Indonesia yang tersebar di 34 Provinsi di Indonesia masih memberikan nilai C buat semester pertama Kemendikbud dipimpin oleh Nadiem Makarim," kata Ketua IGI, Muhammad Ramli Rahim, dalam siaran pers yang diterima, Rabu (20/5).

Dia mengatakan para guru menganggap kinerja Nadiem biasa-biasa saja. Padahal publik berharap sangat tinggi bahwa Nadiem dapat menularkan kesuksesannya untuk Kemendikbud seperti halnya saat dia memimpin Go-Jek.

Responden dari survei ini terdiri dari 380 guru usia 25-60 tahun yang tersebar di 34 provinsi. Survei dilakukan menggunakan Google Formulir dengan mengajukan enam pertanyaan terkait evaluasi satu semester Kemendikbud di bawah Nadiem Makarim.

Responden diberikan lima rentang opsi jawaban, yaitu A (sangat baik), B (sudah baik), C (biasa saja), D (belum baik), dan E (buruk).

Pertanyaan pertama terkait komunikasi Nadiem dan jajarannya dengan para guru dan masyarakat, sebanyak 54,2% responden memberi nilai C. Bahkan ada 10,7% responden yang memberi nilai D, sedangkan yang memnberi nilai E sebanyak 5,4% responden.

"Meskipun demikian sudah ada 23,2% yang memberikan nilai B atau menganggap komunikasi Kemendikbud sudah baik dan hanya 6,5% yang memberikan nilai A atau sangat baik," ucap Ramli.

Dia menuturkan buruknya komunikasi ini lantaran hampir semua pejabat eselon 1 Kemendikbud berstatus pelaksana tugas dan irit bicara. Organisasi guru pun sulit berkontak dengan Nadiem, yang mana kebalikan dari Mendikbud di era sebelumnya.

Kemudian sebanyak 58% responden memberikan nilai C atas kemampuan Kemendikbud berkolaborasi. Selanjutnya nilai secara berurutan dari responden yaitu nilai B (18,2%), nilai D (13,7%), nilai A (5,4%), dan nilai E (4,8%).

Menurut Ramli, mayoritas memberi nilai C kemungkinan disebabkan minimnya kolaborasi Kemendikbud dengan berbagai institusi dalam mengatasi pembelajaran selama covid-19. Bahkan, Kemendikbud dianggap lepas tangan dengan menyerahkan proses pendidikan pada awal pandemi kepada layanan pendidikan berbayar.

Selanjutnya terkait penilaian kemampuan berpikir kritis Kemendikbud, mayoritas responden (53,3%) memberi nilai C. Hanya 16,7% responden yang menganggap Kemendikbud punya kemampuan berpikir kritis yang sudah baik (nilai B), dan hanya 6,3% yang menilai sudah sangat baik (nilai A).

"Sedihnya karena masih ada 19,9% yang menganggap Kemendikbud belum mampu berpikir kritis. Bahkan 3,9% responden menganggap critical thinking Kemendikbud buruk," kata Ramli.

Lalu 50,9% responden memberi nilai C atas kemampuan Kemendikbud menemukan solusi masalah pendidikan. Sementara hanya 17,9% responden memberi nilai B, 3,9% responden memberi nilai A. Sedangkan yang memberi nilai D ada 20,2% responden, dan 7,1% responden memberi nilai E atau masih buruk.

"Bagian keempat, yang menjadi pertanyaan kelima dan keenam adalah terkait Creativity and Innovation. Sebanyak 18,8% menganggap Kemendikbud belum kreatif dengan memberikan nilai D, sementara 3,3% bahkan menganggapnya buruk dengan memberikan nilai E," ujar Ramli.

Mayoritas responden menilai kreativitas Kemendikbud hanya sebatas pada nilai C (52,4%). Namun, mereka yang memberi nilai A dan B cukup banyak yakni masing-masing 6,5% dan 19%.

Sedangkan terkait inovasi, Kemendikbud mendapat penilaian mayoritas berupa C (47,9%). Lalu 22% responden memberi nilai B, berikutnya 18,2% responden memberi nilai D, ada 6,8% responden memberi nilai A, dan 5,1% memberi nilai E.

"Semoga semester selanjutnya Kemendikbud bisa lebih baik lagi terutama dirasakan oleh para guru yang menjadi tulang punggung pendidikan," pungkas Ramli. (Wandha Nur Hidayat)