Reshuffle Kabinet, Pengamat : Gagal Total Mendikbud Nadiem Makarim Paling Layak Diganti

Advertisement

Reshuffle Kabinet, Pengamat : Gagal Total Mendikbud Nadiem Makarim Paling Layak Diganti

Senin, 22 Februari 2021

Belajardirumah.org - Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, mengatakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim paling layak diganti jika ada reshuffle kabinet. 


“Kalau seandainya ada reshuffle, Mendikbud banyak yang mempertanyakan kinerjanya,” tutur Ujang di Jakarta, Jumat (19/2).


Direktur eksekutif dari Indonesia Political Review ini masih ragu Jokowi akan melakukan perombakan dalam waktu dekat.


 Pasalnya, perombakan jilid pertama baru dilakukan 3 bulan yang lalu. “Sepertinya tak akan ada reshuffle kabinet dalam waktu dekat ini,” ujarnya.


Seandainya benar ada reshuffle dalam waktu dekat, Ujang justru menilai Jokowi akan disalahkan oleh rakyat. Sebab tidak secara sekaligus melakukan perombakan besar di tengah pandemi. 


 “Jika ada reshuffle dalam waktu dekat ini, Jokowi akan disalahkan. Kenapa tidak sekalian kemarin yang Desember,” kata Ujang.


Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim gagal total dalam menghadirkan solusi kebijakan pendidikan dalam masa pandemi covid-19. Karena itu, ia menjadi sosok yang paling layak diganti oleh Presiden Jokowi.


Demikian dikatakan Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL.


Menurut Dedi, melihat implementasi program berbagai kementerian dalam situasi negara menghadapai pandemi virus Corona baru (Covid-19) reshuffle kabinet masih layak dilakukan lagi.


Analisa Dedi, Nadiem adalah pembantu Jokowi yang sosoknya paling layak diganti karena gagal total dalam menjalankan tugasnya mengelola pendidikan di Indonesia.


"Nadiem gagal membuat kebijakan fundamental, bahkan tidak jarang mengambil langkah gaduh dalam programnya," demikian kata Dedi kepada Kantor Berita Politik RMOL,


Lebih lanjut, Dedi menyampaikan, selama pandemi Covid-19 praktik pendidikan di seluruh daerah nyaris lumpuh dan tidak ada inovasi apapun yang membuat sistem pendidikan nasional berjalan lebih baik.


"Terbukti proses pendidikan terhambat cukup lama, sementara bidang lain berangsur normal," demikian kata Dedi.


Dalam beberapa hari ini, wacana perombakan kabinet Jokowi jilid dua kembali bergulir.


Bahkan salah satu unsur relawan Jokowi Mania mengatakan bahwa Syahrul Yasin Limpo (SYL) adalah sosok yang paling layak diganti karena tidak mampu mengeksekusi program unggulan pemerintah Jokowi.


Selain itu, SYL dinilai tidak mampu membereskan eks anggota Hizbut Tahris Indonesia (HTI) yang disinyalir masih banyak bercokol di Kementerian Pertanian.


Selama menjadi menteri pendidikan dan kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim sudah banyak mengeluarkan sejumlah kebijakan. 


Salah satunya kebijakan untuk membantu guru honorer yang terdampak pandemi Covid-19. Menurut ketua DPD Forum Honorer Non K2 Persatuan Guru Honorer Republik Indonesia (FHNK2 PGHRI) Jawa Timur Nurul Hamidah, kebijakan pertama adalah soal dana bantuan operasional sekolah (BOS).


Kebijakan ini dua kali mengalami perubahan. Dari yang awalnya bisa digunakan maksimal 50 persen untuk gaji guru honorer. 


Kemudian direvisi karena pandemi di mana nominal untuk biaya gaji guru tidak dibatasi lagi.  


faktanya kebijakan tersebut hanya sekadar statement tanpa arti. Sebab, kepala sekolah tetap sebagai mengambil keputusan. 


"Kalau dana BOS benar-benar enggak ngaruh buat guru honorer. Guru-guru honorer tetap mencari tambahan lain karena gaji yang diberikan tidak berubah," kata Nurul Hamidah kepada JPNN.com, Jumat (19/2). 


Dia menilai, kepala sekolah tidak berani memberikan tambahan gaji untuk guru honorer karena waswas jadi temuan. 


Alhasil gaji guru honorer tetap rendah dan makin menyulitkan mereka karena pandemi. 


Nurul mengungkapkan, dari beberapa kebijakan Mendikbud Nadiem Makarim, ada dua yang sangat dirasakan manfaatnya. 


Yaitu, kebijakan bantuan kuota internet guru dan bantuan subsidi upah (BSU). "Kalau kuota internet 42 GB per bulan kan langsung dikirim di nomor ponsel guru. 


Begitu juga BSU Rp 1,8 juta untuk tiga bulan langsung ditransfer ke rekening masing-masing guru makanya sangat terbantu sekali dua kebijakan Mas Nadiem ini," terangnya.


Nurul dan guru-guru honorer lainnya berharap program bantuan kuota internet dan BSU bisa dilanjutkan tahun ini sembari menunggu rekrutmen PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja). 


 K2 dan Nonkategori Pasalnya, pengumuman rekrutmen PPPK baru akan dilakukan Maret mendatang. "Mudah-mudahan ada bantuan tahap kedua. Kalau sudah jadi PPPK, kami enggak berharap banyak seperti ini," tandasnya.


Demikian info yang dapat kami sampaikan.