HORE! Cukup Seleksi Administrasi Dan Masa Pengabdian 5 - 10 Tahun, Guru Honorer Langsung Diangkat Jadi PNS Tanpa Tes

Advertisement

HORE! Cukup Seleksi Administrasi Dan Masa Pengabdian 5 - 10 Tahun, Guru Honorer Langsung Diangkat Jadi PNS Tanpa Tes

Minggu, 28 Maret 2021

Belajardirumah.org - Anggota Komisi X DPR Andreas Hugo Pereira menyatakan dukungannya terhadap tuntutan perwakilan guru dan tenaga kependidikan honorer nonkategori usia tiga puluh lima tahun ke atas (GTHNK 35+), Komite Nusantara Aparatur Sipil Negara (KN-ASN), serta PP Solidaritas Nasional Wiyatabakti Indonesia (SNWI). Mereka menuntut pemerintah meninjau kembali kebijakan seleksi PPPK pada 2021.


Andreas menekankan, tenaga honorer harus menjadi perhatian pemerintah. Selain masalah kesejahteraan, Andreas juga mengungkapkan bahwa terdapat masalah diskriminasi yang terjadi akibat adanya pembedaan PNS dan bon-PNS di kalangan tenaga pendidik.

"Berharap kedepannya tenaga honorer tidak lagi mendapatkan perlakuan yang berbeda dengan tenaga pendidikan yang bersatus PNS karena hal tersebut hanya menambah beban psikologis serta menghambat produktivitas bagi tenaga pendidik," kata Andreas di Jakarta.

Politikus PDI Perjuangan tersebut juga menyayangkan, fakta adanya kesenjangan pendapatan dan diskriminasi bagi tenaga pendidik non-PNS. Padahal, menurut dia, tenaga pendidik non-PNS juga memliki beban kerja yang relatif sama dengan PNS di lingkungan pendidikan.   


Kemudian Andreas juga menilai bahwa tenaga Non-PNS telah memiliki kematangan baik secara emosional, psikologis, dan pemahaman pedagogis yang sudah teruji. "Berharap tahun 2021 menjadi titik balik perjuangan tenaga honorer di bidang kependidikan yang berusia diatas 35 tahun di seluruh Indonesia agar dapat diangkat menjadi PNS tanpa melalui tes," ujarnya.


Dalam rapat tersebut seluruh fraksi di Komisi X DPR menyatakan dukungannya terhadap aspirasi tenaga honorer di bidang pendidikan. Komisi X DOR juga akan meneruskannya kepada kementerian dan instansi pemerintahan terkait seperti Kemendikbud, Kemenpan-RB, Kemendagri, Kemenag, BKN, serta Kemenkeu.


"Komisi X DPR RI juga mendukung diterbitkannya Keppres untuk pengangkatan guru dan tenaga kependidikan yang berusia lebih dari 35 tahun menjadi PNS," tutur Andreas.


Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Isran Noor mengusulkan dan meminta pemerintah langsung mengangkat guru honorer dengan masa bakti di atas 5-10 tahun langsung diangkat menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).


Hal tersebut disampaikan Isran dihadapan Komisi X DPR RI. Ia mengatakan hal tersebut merupakan aspirasi yang ditangkap dari guru-guru honorer di wilayah Kalimantan Timur.


"Khusus untuk guru-guru yang sudah berpengalaman paling tidak 5 tahun, apalagi 10 tahun sebaiknya enggak usah diikutkan tes. Diangkat saja langsung," tutur Isran di Komplek DPR/MPR, Jakarta, Selasa (23/3).


Isran meyakini guru honorer yang sudah mengajar tersebut memiliki kompetensi mengajar yang baik berdasarkan pengalaman mengajar selama bertahun-tahun.


Ia mengaku khawatir jika guru honorer yang sudah lama mengajar diseleksi dan harus bersaing dengan lulusan Pendidikan Profesi Guru (PPG), maka mereka sulit lolos seleksi.


Terlebih, kata dia, banyak guru honorer yang memiliki latar belakang pendidikan yang tidak sesuai dengan mata pelajaran yang bakal diujikan. Padahal, mereka sudah mengabdi langsung sebagai guru.


Isran juga mengeluhkan seleksi PPPK yang dilakukan berbasis komputer. Ia mengaku di Kalimantan Timur kalangan guru belum cakap dalam memakai perangkat komputer.


"Jangankan bisa menggunakan komputer, melihat komputer mungkin (guru-guru) belum pernah. Itu lah di Kaltim. Jadi ini mestinya jadi sebuah perlakuan yang harus disesuaikan," katanya.


Kendala Anggaran Tunjangan


Lebih lanjut, Isran mengungkap Pemerintah Provinsi Kaltim tak punya anggaran yang cukup untuk mengakomodir tunjangan guru PPPK. 


Ia mengatakan selama ini Dinas Pendidikan dan Kebudayaan punya alokasi anggaran untuk gaji 2.513 guru honorer.


Anggaran tersebut mencapai Rp89 miliar. Sementara juga masih ada 2.453 guru honorer yang gajinya dibiayai sekolah melalui dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dengan besaran yang tidak menentu.


Ketika nantinya guru honorer sudah menjadi PPPK, alokasi anggaran Rp89 miliar itu akan digeser untuk tunjangan guru PPPK. Namun masalahnya, jumlah alokasi anggaran tak sebanding dengan kebutuhan guru yang diajukan kepada pemerintah pusat.







"Berdasarkan data tersebut jumlah tenaga pendidik yang belum terakomodir pada anggaran belanja Dinas Pendidikan (dan Kebudayaan) Kaltim 1.689 orang. Yang baru terbayar 2.513," tuturnya.


Sebelumnya, pemerintah pusat membuka kesempatan pengangkatan hingga 1 juta guru PPPK melalui seleksi. Namun formasi yang diterima pemerintah pusat baru 568.238 orang.


Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengatakan pemerintah daerah belum berani menyampaikan seluruh kebutuhan formasi karena khawatir akan anggaran gaji dan tunjangan guru.


Nadiem menegaskan gaji guru PPPK ditanggung pemerintah pusat. Ia pun berjanji akan mendorong pengajuan formasi pada Agustus, agar lebih banyak formasi guru PPPK bisa dibuka tahun depan.


Namun di luar itu, seleksi guru PPPK juga menuai kritik dari kalangan guru honorer dan Komisi X DPR. Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda berkeras guru honorer seharusnya diangkat langsung menjadi PPPK tanpa seleksi.


Kemungkinan ini ditampik Nadiem dalam Rapat Kerja bersama Komisi X. Ia mengatakan seleksi menjadi syarat utama dalam pengangkatan guru honorer menjadi PPPK.


sumber; www.cnnindonesia.com


Demikian info yang dapat kami sampaikan.